Pengembangan Tari Moyo Tradisi Ke Tari Moyo Kreasi di Sanggar Tuheni di SMA Negeri 1 Tuhemberua
Abstract
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap dan mendeskripsikan evolusi tari tradisional Moyo menjadi tari Moyo Kreasi di Sanggar Tuheni SMA Negeri 1 Tuhemberu. Jenis penelitian memakai penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dan didukung oleh peralatan seperti alat tulis dan kamera. Jenis data memakai data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data melalui studi literatur, observasi, wawancara dan dokumentasi. Tahapan analisis data adalah pengumpulan data, deskripsi data, dan penyimpulan data. Hasil penelitian menunjukan bahwa tari Moyo tradisi mengalami pengembangan secara kualitas dalam segi gerak, musik, kostum, penari, pola lantai dan properti. Dari segi gerak tari Moyo tradisi terdapat 6 ragam gerak diantaranya mohombo, fangowai, mamologo afi, fasodra, mamuta, dan famodrago. Sedangkan dalam pengembangannya bertambah menjadi 9 ragam gerak diantaranya mohombo, mohombo 1, fangowai, mamologo afi, fasodra, faomuso dodo, mangona, mamuta, dan famodrago. Menggunakan musik sebagai iringan pada tari Moyo tradisi diantaranya gendang, gong dan faritia sedangkan dalam tari Moyo kreasi menggunakan gendang, gong dan keyboard. Kostum tari Moyo tradisi menggunakan baju adat penganten perempuan Nias berwarna merah, kuning dan hitam, memakai selendang, aksesoris kepala (balahogo) berwarna kuning, anting, dan memakai kalung besi berwarna kuning. Sedangkan tari Moyo kreasi menggunakan kostum yang sudah dikemas dan dimodifikasi dengan model lain. Namun warna khasanah Nias tetap digunakan (hitam, merah dan kuning) serta menggunakan balahogo dari bahan kain. Pola lantai tari Moyo tradisi diantaranya berbentuk horizontal, empat persegi dengan berpasangan, lingkaran dengan memposisikan dua orang penari ditengah untuk menunjukan perlawanan serta perdamaian, diagonal kanan depan dan horizontal dua baris sedangkan tari Moyo kreasi tidak begitu jauh perbedaan. Namun satu alur yang menonjolkan perbedaan pola lantai dimana 3 orang penari menguasi area tengah sedangkan 4 orang penari mengangkat 1 orang penari dikursi dengan dua baris berbanjar lurus kedepan. Tari Moyo tradisi tidak menggunakan properti sedangkan di Moyo kreasi menggunakan properti selendang dan kursi dengan dua bambu penyangganya.
Downloads
References
Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Akhirta, D. L., Asriati, A., & Susmiarti, S. (2015). Tinjauan Koreografi Tari Podang di Kelurahan Bulakan Balai Kandi Kecamatan Payakumbuh Barat Kota Payakumbuh. Jurnal Sendratasik, 4(2), 63-68.
Anggraini, F. P., Mansyur, H., & Susmiarti, S. (2014). Upaya Pengembangan Tari Mancak
Padang di Nagari Pauh Ix Kecamatan Kuranji Kota Padang. Jurnal Sendratasik, 3(2), 78-
Desfiarni. (2004). Tari Luka Gilo. Jogjakarta: Kalika.
Indrayuda. (2013). Tari Sebagai Budaya dan Pengetahuan. Padang: UNP Press. Moleong, L. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja. Rosdakarya Nurfiana, M., & Nerosti, N. (2020). Tari Cangget Pilangan Di Daerah Abung Selatan
Kabupaten Lampung Utara: Tinjauan Koreografi. Jurnal Sendratasik, 10(1), 271-278. Sedyawati, E. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Bandung: STSI Press
Soedarsono. (1982). Pengantar Pengetauan Tari. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sumaryono. (2010). Tari Tontonan. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara.
Published
How to Cite
Issue
Section
Copyright (c) 2023 SAAYUN
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.